Kuncideterminasi digunakan untuk mengetahui nama spesies makhluk hiduh. Kunci determinasi memuat daftar sejumlah keterangan tentang suatu makhluk hidup yang disusun secara dikotomis memuat ciri tertentu yang saling berlawanan, misalnya, berbunga dan tidak berbunga.
KunciDeterminasi Hewan. KUNCI DIKOTOMI. 1.a.KarnivoraNomor 2. b.Herbivora...Nomor 7. c.Omnivora.Nomor 13. 2.a.Memiliki Puting SusuNomor 4. b.Tidak Memiliki Puting susu
SekolahMenengah Pertama terjawab Kunci determinasi untuk kucing (felis catus) Iklan Jawaban 3.0 /5 15 raflisyahrul027 -mempunyai tulang belakang -tubuh tidak lunak -beranak, bergerak menggunakan kaki semoga bermanfaat Sedang mencari solusi jawaban Biologi beserta langkah-langkahnya? Pilih kelas untuk menemukan buku sekolah Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9
YTew4nR. MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK Felis catus RADITYA NANDIASA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT RADITYA NANDIASA. Sperm Morphology and Morphometry of Domestic Cat Felis catus. Under direction of R. IIS ARIFIANTINI and R. TAUFIQ PURNA NUGRAHA The objective of the research was to study the sperm morphology and morphometry of domestic cat Felis catus. Semen were obtained from five sexually mature cats using electroejaculator and evaluated macro- and microscopically. Semen samples were stained with carbofuchsin William’s stains. Sperm morphology was assested from 200 cells for each sample in three times repetition. Sperm morphometry such as the length, width and head area and the length of midpiece and principal tail were counted in three times repetition using sperm morphology analyzed software ImageJ from 50 cells for each sample. Result of the research indicated that the primary and secondary abnormalities were ± and ± respectively. Headless and dag defect abnormalities were the most common primary and secondary abnormality that were found on all examined samples. The length, width and area of sperm head were ± µm, ± µm and ± µm. The length of midpiece and principal tail were ± µm and ± µm. The total sperm length was ± µm. Key words sperm morphology, sperm morphometry, domestic cat ABSTRAK RADITYA NANDIASA. Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik Felis catus. Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan R. TAUFIQ PURNA NUGRAHA Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai morfologi dan morfometri spermatozoa kucing domestik Felis catus. Lima ekor kucing yang telah dewasa kelamin dikoleksi semennya menggunakan elektroejakulator. Semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Sampel semen diwarnai menggunakan pewarnaan carbofuchsin William’s stain. Morfologi dievaluasi dari 200 sel untuk setiap sampel dengan tiga kali pengulangan. Morfometri spermatozoa dihitung menggunakan perangkat lunak ImageJ. Variabel yang diukur pada bagian kepala spermatozoa adalah panjang, lebar dan luas sedangkan untuk bagian ekor adalah panjang midpiece dan ekor bagian utama dari 50 sel untuk setiap sampel dengan tiga kali pengulangan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa abnormalitas primer dan sekunder pada kucing domestik masing-masing adalah ± dan ± Headless dan dag defect adalah abnormalitas yang paling banyak ditemukan pada semua sampel. Panjang, lebar dan luas daerah kepala spermatozoa berturut-turut adalah ± µm, ± µm dan ± µm. Panjang midpiece dan ekor bagian utama adalah ± µm dan ± µm. Panjang total spermatozoa adalah ± µm. Kata kunci morfologi spermatozoa, morfometri spermatozoa, kucing domestik MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK Felis catus RADITYA NANDIASA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik Felis catus adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2011 Raditya Nandiasa NIM B04070111 © Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NIM Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik Felis catus Raditya Nandiasa B04070111 Disetujui, Dr. R. Iis Arifiantini, Pembimbing I drh. R. Taufiq Purna Nugraha, Pembimbing II Diketahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala hikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik Felis catus. Terima kasih penulis ucapkan kepada 1. Keluarga atas dukungannya secara moril dan materil. 2. Dr. R. Iis Arifiantini, dan drh. R. Taufiq Purna Nugraha selaku dosen pembimbing atas arahan, nasehat dan pengalaman yang diberikan. 3. Bondan Achmadi, SE dan staf Depertemen Klinik, Reproduksi dan Patologi atas setiap bantuannya. 4. Angeline Budiawan dan Fajriati Rafelia Hapsari sebagai teman sepenelitian atas jerih payahnya dalam menyelesaikan rangkaian penelitian, penulisan skripsi dan seminar bersama-sama. 5. Yanotama Tirta Laksana yang selalu mendampingi sepanjang suka dan duka pengerjaan tugas akhir serta telah memberikan bantuan dalam segala hal, motivasi dan kasih sayang yang berlimpah. 6. Keluarga besar UKM PMK IPB atas setiap doa, dukungan, penguatan, persaudaraan, dan persekutuan yang indah yang selalu hadir. 7. Keluarga besar Gianuzzi 44 atas dorongan semangat dan persahabatan yang spesial. Penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan dan memperkaya informasi di bidang reproduksi hewan. Bogor, September 2011 Raditya Nandiasa RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Juni 1989 dari ayah Wishnu Santoso dan ibu Yani Wijaya. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai jenjang sekolah pada tahun 1995 di SD PSKD kwt. VIII di Depok, kemudian melanjutkan sekolah ke SMP 6 PSKD di Depok. Setelah lulus SMP, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Depok. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Depok dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB USMI dengan mayor Kedokteran Hewan. Selama menjalani program S1, penulis tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa UKM Agria Swara pada tahun ajaran 2007/2008 dan UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor PMK IPB selama tahun ajaran 2007/2008 hingga 2010/2011. Dalam UKM PMK IPB penulis menjabat sebagai Wakil Koordinator I Bidang Pembinaan Komisi Pelayanan Anak 2009/2010 dan Koordinator Kelompok Pra-alumni 2010/2011. i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI …………………………………………………..…………. i DAFTAR TABEL .. …….…………………………...…………………….. ii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… iii PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 Latar Belakang ………………………………..……………….....… Tujuan ……………………………………………………………… 1 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. Tinjauan Umum Kucing Domestik ……………………………….... Organ Reproduksi Kucing …………………………………………. Spermatogenesis …………………………………………………… Morfologi Spermatozoa …….…………………………………….... Morfometri Spermatozoa ….………………………………….......... Pewarnaan Spermatozoa….………………………………………........ 3 3 4 5 7 8 9 BAHAN DAN METODE…………………………………………………… Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………........ Metode Penelitian …..…………………………………………….... Persiapan Kucing …………………………………………….. Koleksi Semen dengan Elektroejakulator ……………………. Karakteristik Semen …………………………………………... Morfologi dan Morfometri Spermatozoa …………………….. Analisis Data …………………………………………………. 10 10 10 10 10 11 11 12 HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………... Karakteristik Semen Segar Kucing Domestik …………………….... Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik ………... 13 13 14 SIMPULAN 23 ………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN …………………………………………………….. 24 ……………………………………………………………… 27 ii DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 Karakteristik semen kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ………………………………………. Morfologi kepala dan ekor spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ………………………. Persentase abnormalitas primer spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ………………………. Persentase abnormalitas sekunder spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ………………………. Hasil pengukuran morfometri spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ………………………. Morfometri spermatozoa dari beberapa mamalia …………………….. 14 15 18 20 21 21 iii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 Kucing domestik …………………………………………………... Testis kucing dari sisi lateral ……………………………………….. Penis kucing ……………………………………………………….. Morfologi spermatozoa dari beberapa mamalia …………………… Variabel morfometri sel spermatozoa ……………………………… Morfologi spermatozoa kucing …………………………………..... 4 4 5 8 12 17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kucing merupakan salah satu hewan karnivora yang banyak dipelihara sebagai hewan kesayangan. Kucing terutama kucing keturunan murni pure breed sering dikembangbiakan oleh karena itu dibutuhkan penelitian-penelitan mengenai reproduksi hewan tersebut. Selain itu, penelitian terhadap aspek reproduksi kucing penting untuk melestarikan jenis-jenis kucing yang terancam punah. Penelitian reproduktif ini akan lebih menguntungkan jika menggunakan hewan model, yaitu kucing domestik Felis catus. Fertilitas kucing jantan dan betina menentukan keberhasilan proses reproduksi. Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan bahwa abnormalitas spermatozoa yang tinggi pada kucing dapat menurunkan kemampuannya untuk penetrasi oosit in vitro, dibandingkan dengan spermatozoa dari pejantan dengan tingkat abnormalitas yang rendah Howard et al. 1993. Salah satu cara mengetahui fertilitas kucing jantan adalah menguji kualitas semennya. Pengujian kualitas semen dapat dilakukan secara makroskopis ataupun mikroskopis. Pengujian makroskopis terdiri dari penilaian terhadap volume, konsistensi, warna, dan pH semen. Pengujian mikroskopis meliputi gerakan individu, gerakan massa, motilitas, konsentrasi, viabilitas, serta morfologi spermatozoa. Morfologi spermatozoa menggambarkan bentuk spermatozoa. Morfologi spermatozoa telah banyak dilaporkan pada berbagai hewan diantaranya pada kancil Najamudin 2010, kerbau Arifiantini & Ferdian 2006, sapi bali Arifiantini et al. 2006a, sapi potong Arifiantini et al. 2010, sapi perah Purwantara et al. 2010, dan kuda Morrell et al. 2008. Spermatozoa terdiri atas bagian kepala dan ekor dan mempunyai ukuran yang berbeda untuk masing-masing spesies Gage & Freckleton 2003. Ukuranukuran spermatozoa tersebut dikenal dengan istilah morfometri spermatozoa. Informasi mengenai morfometri spermatozoa semen segar penting untuk diketahui agar perubahan morfometri pada saat proses preservasi dapat diketahui. Morfometri spermatozoa telah dilaporkan diantaranya pada sapi bali Arifiantini et al. 2006b, kelelawar Nugraha 2010 dan kuda Hidalgo et al. 2005. 2 Tujuan Mengingat informasi mengenai morfologi dan morfometri spermatozoa kucing belum banyak dilaporkan, penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai morfologi dan morfometri spermatozoa kucing domestik Felis catus yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik Felis catus, Linneaus 1758 Gambar 1 menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar 9000 hingga 10 000 tahun yang lalu namun inisiasi domestikasi mungkin dimulai ribuan tahun yang lalu saat manusia dan nenek moyang kucing menjadi semakin saling tergantung. Proses domestikasi mungkin dimulai selama periode ketika manusia berhenti berburu kawanan hewan liar dan mengadopsi lebih banyak gaya hidup pertanian. Perubahan ini terjadi 10 000 sampai dengan 11 000 tahun yang lalu dan dimungkinkan oleh domestikasi serealia liar tertentu dan rumput-rumputan yang menyebabkan manusia membutuhkan kucing untuk mengontrol tikus yang merusak tanaman Lipinski et al. 2007. Menurut Wastlhuber 1991 kucing domestik yang ada sekarang ini kemungkinan merupakan evolusi dari kucing liar Afrika F. silvestris lybica di zaman Mesir kuno sekitar 3000 hingga 4000 tahun lampau. Meskipun banyak kucing telah dipelihara, kucing tidak sepenuhnya kehilangan kemampuannya untuk berburu sehingga sifat kucing pada saat ini bervariasi, yaitu dari tidak dapat dijinakkan hingga sangat lembut Lipinski et al. 2007. Adapun klasifikasi kucing menurut Linneaus 1758 adalah Kingdom Animalia Filum Chordata Kelas Mammalia Ordo Carnivora Famili Felidae Genus Felis Spesies Felis catus 4 Gambar 1 Kucing domestik. Organ Reproduksi Kucing Alat kelamin jantan pada kucing terbagi dalam empat subbagian seperti karnivora pada umumnya. Subbagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens, korda spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjarkelenjar asesoris, subbagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra. Testis kucing Gambar 2 turun dan menempati skrotum antara minggu kedua dan ketiga setelah kelahiran. Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis. Kaput epididimis dimulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda. Duktus deferens merupakan saluran berdinding otot tebal dan berfungsi menyalurkan sperma dari kauda epididimis ke dalam uretra Schatten & Constantinescu 2007. korda spermatikus duktus deferens korpus epididimis kauda epididimis kaput epididimis testis arteri testikuler Gambar 2 Testis kucing dari sisi lateral Schatten & Constantinescu 2007. 5 Kelenjar asesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesikular tidak berkembang. Kelenjar prostat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan diseminasi. Kelenjar bulbouretralis bentuknya sangat kecil memiliki diameter lebih dari 5 mm Schatten & Constantinescu 2007. Penis pada kucing Gambar 3 berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua buah korpora cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus spongiosum yang berada di tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada bagian ujung penis dengan panjang 5 sampai dengan 10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke kaudal dan memiliki 120 hingga 150 buah duri penis penile spines. Peran duri pada proses kopulasi belum diketahui secara pasti namun diperkirakan duri ini berfungsi memberikan stimulasi seksual pada jantan atau betina, menghalangi penarikan penis dari vagina atau meningkatkan stimulasi betina untuk induksi ovulasi. Os penis pada kucing berukuran panjang 3 sampai dengan 5 mm dan berada di ujung glans penis pada kucing jantan dewasa Johnston et al. 2001. papila kerucut glans penis Gambar 3 Penis kucing Schatten & Constantinescu 2007. Spermatogenesis Spermatozoa dihasilkan dari stem sel sel induk melalui suatu siklik dan proses yang terorganisir serta kompleks. Proses ini disebut spermatogenesis dan terjadi di dalam tubulus seminiferus dari hewan yang dewasa seksual. Pembentukan spermatozoa adalah salah satu sistem pembaharuan paling produktif yang terjadi dalam tubuh hewan. Setiap hari jutaan spermatozoa diproduksi dari induk spermatogonium Costa et al. 2006. 6 Proses perkembangan sel germinal jantan dari spermatogonia menjadi spermatozoa disebut spermatogenesis. Perkembangan ini terjadi di dalam tubuli seminiferi. Spermatogenesis terbagi menjadi tiga fase, yaitu spermatositogenesis tahap proliferasi; Costa et al. 2006, meiosis dan spermiogenesis tahap diferensiasi; Costa et al. 2006. Proses spermatositogenesis diawali dengan perkembangan sel-sel germinal primordial menjadi spermatogonia tipe A yang diploid. Sel-sel ini tetap berada dekat membran basal dan selanjutnya akan membelah. Spermatogonia tipe A secara ekstrim tahan terhadap paparan toksik dan apabila diperlukan dapat membentuk kembali sel germinal di dalam tubuli seminiferi. Beberapa spermatogonia tipe A berdiferensiasi menjadi spermatogonia tipe B diploid yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer spermatosit I diploid. Sel spermatosit primer adalah produk akhir dari proses spermatositogenesis Schatten & Constantinescu 2007. Selama fase meiosis, materi genetik spermatosit diduplikasi, direkombinasi dan dipisahkan Costa et al. 2006. Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu meiosis I yang mengubah spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder spermatosit II dan meiosis II yang mengubah spermatosit sekunder menjadi spermatid haploid. Spermatosit sekunder sulit ditemukan pada preparat histologi karena keberadaannya langsung menginisiasi terjadinya meiosis II Schatten & Constantinescu 2007. Tahap akhir spermatogenesis disebut spermiogenesis yang mencakup pengembangan dari spermatid dengan bentuk membulat menjadi spermatozoa yang berbentuk memanjang dan siap untuk keluar dari tubulus seminiferus Schatten & Constantinescu 2007. Empat peristiwa utama terjadi sebagai bagian dari tahap ini, yaitu fase golgi, fase tudung, fase akrosom, dan fase pematangan. Di akhir tahap spermiogenesis, spermatozoa yang telah matang disimpan dalam epididimis dan menunggu hingga dapat keluar dari tubuh jantan untuk melaksanakan fungsi reproduktifnya, yaitu membuahi oosit Theunissen 2011. Meskipun proses spermatogenesis mirip dalam semua mamalia, terdapat karakteristik khusus antar spesies dalam hubungannya dengan kronologi peristiwa, proporsi volumetrik yang dihasilkan oleh komponen parenkim testis, jumlah generasi spermatogonium, populasi sel di tubulus seminiferus, produksi 7 sperma harian, tingkat sel sertoli, dan hasil spermatogenesis secara umum Costa et al. 2006. Morfologi Spermatozoa Spermatozoa pada hewan mamalia merupakan sel panjang yang motil. Sebuah sel sperma memiliki kepala dan ekor Gambar 4. Kepala terdiri dari sebuah nukleus dengan kepadatan tinggi, kromatin kental yang diselimuti teka perinuklear, sebuah akrosom dan membran plasma. Fungsi utama dari bagian kepala adalah untuk penetrasi pada oosit, membawa genom haploid jantan, dan inisiasi perkembangan embrionik setelah fertilisasi. Ekor dapat terbagi menjadi bagian penghubung connecting piece, bagian tengah midpiece, bagian utama principle piece, dan bagian ujung end-piece. Bagian penghubung merupakan bagian rangkaian penghubung yang pendek antar kepala dengan ekor yang terdiri dari segmen-segmen, jaringan fibrosa dan kapitulum. Bagian tengah berfungsi sebagai membran pelindung mitokondria yang merupakan pengatur energi untuk motilitas sperma. Bagian ini dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus struktur yang membatasi bagian tengah dengan bagaian utama. Bagian utama ekor merupakan daerah yang dimulai dari annulus sampai ujung ekor. Secara keseluruhan, ekor berguna untuk mendorong spermatozoa bergerak melalui uterus dan tuba falopii hingga bertemu dan berpenetrasi pada oosit Schatten & Constantinescu 2007. Berdasarkan kejadiannya, abnormalitas morfologi spermatozoa dapat dibedakan menjadi abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas morfologi juga dapat dibagi berdasarkan dampaknya, yaitu abnormalitas mayor dan minor. Abnormalitas primer terjadi pada bagian kepala, bersifat genetik dan berdampak mayor terhadap fertilitas sedangkan abnormalitas sekunder umumnya terjadi pada bagian ekor dan mudah terseleksi pada pengujian motilitas Arifiantini et al. 2010. 8 a b c d e f g h Kepala Ekor Gambar 4 Morfologi spermatozoa dari beberapa mamalia a sapi, b babi, c domba, d kuda, e anjing, f kucing, g manusia, h tikus Schatten & Constantinescu 2007. Barth dan Oko 1989 mengatakan bahwa abnormalitas primer dapat terjadi karena kelainan pada saat proses spermatogenesis yang terjadi di tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi kerusakan spermatozoa selama perjalanan melalui epididimis, selama fase ejakulasi atau setelah ejakulasi terjadi. Kerusakan spermatozoa setelah ejakulasi bisa terjadi akibat kesalahan dalam penanganan dan perlakuan terhadap spermatozoa seperti pemanasan yang berlebihan, heat shock, kontaminasi dengan zat lain seperti air, urin dan antiseptik. Morfometri Spermatozoa Morfometri didefinisikan sebagai pengukuran bentuk. Pengkajian terhadap morfometri spermatozoa yang masih jarang dilaporkan ini perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik ukuran-ukuran spermatozoa pada berbagai hewan. Arruda et al. 2002 berpendapat bahwa pengetahuan terhadap morfometri spermatozoa diperlukan untuk pengkajian terhadap upaya kriopreservasi semen 9 mengingat terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ukuran spermatozoa semen segar dengan semen yang telah mengalami kriopreservasi. Panjang spermatozoa manusia dan hewan domestik secara umum adalah sekitar 50 µm sedangkan spermatozoa rodensia dapat mencapai panjang 100 hingga 250 µm. Hewan mamalia yang memiliki spermatozoa terpanjang adalah Homey opossum Tarsipens rostratus, yaitu sepanjang 350 µm Schatten & Constantinescu 2007. Pewarnaan Spermatozoa Pewarnaan yang umum digunakan untuk spermatozoa adalah eosin, eosinnigrosin EN dan William’s. Eosin merupakan zat warna dengan sifat asam dan termasuk ke dalam kelompok molekul yang memiliki cincin kuinoid yang ditautkan pada cincin non-kuinoid melalui atom-atom C dan O. Pewarnaan EN merupakan pewarnaan ganda untuk memberikan efek kontras sehingga memberi batas yang jelas pada sel. Zat warna dasar yang digunakan dalam pewarnaan William’s adalah basic fuchsin dan eosin. Baik basic fuchsin, yang merupakan zat warna yang termasuk dalam golongan trifenil metan, maupun eosin dapat mewarnai sitoplasma Gunarso 1989. Salah satu pewarnaan yang sering digunakan untuk spermatozoa adalah pewarnaan William’s. Pewarnaan ini mempunyai kelebihan dalam hal kejernihan hasil yang didapatkan sehingga pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa dapat dilakukan dengan mudah. Selain itu pewarnaan ini tidak perlu dilakukan bersamaan dengan evaluasi semen. Preparat ulas yang dikeringudarakan dari sampel yang ada dapat langsung diwarnai atau didiamkan dalam waktu yang cukup lama. Kekurangan pewarnaan William’s adalah tidak dapat digunakan untuk membedakan dan menghitung jumlah spermatozoa yang hidup dan mati seperti pada pewarnaan eosin-nigrosin Arifiantini 2006a. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Juni 2011 di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Reproduksi, Bagian Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Cibinong, Bogor. Kucing dipelihara dalam kandang individual di Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor selama penelitian berlangsung. Metode Penelitian Persiapan kucing Lima ekor kucing domestik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot 3 sampai dengan 4 kg dan diperoleh di daerah Bogor. Sebelum dikoleksi semennya, kucing diadaptasikan selama satu bulan, diperiksa kesehatannya secara klinis dan dari gambaran darah, diberi obat cacing, campuran kuning telur dan madu, serta vitamin. Selama proses penelitian, kucing diberikan pakan kering My Dear Cat dua kali sehari masing-masing sebanyak 50 g dan minum ad libitum. Koleksi semen dengan elektroejakulator Kucing dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukan pembiusan menggunakan kombinasi ketamine HCl dan diazepam secara intravena pada vena cephalica antibrachii dorsalis kanan atau kiri. Setelah kucing terbius, bagian preputium dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi dengan NaCl fisiologis untuk mencegah semen terkontaminasi kotoran. Koleksi semen dilakukan dengan elektroejakulator Fujihira Industry, Jepang dan mengadopsi teknik Howard et al. 1990. Probe elektroejakulator diberi pelumas berupa gel dan dimasukkan secara perlahan ke dalam anus dan diarahkan ke bagian ventral tubuh sekitar 7 sampai dengan 9 cm. Setiap kucing dikoleksi semennya sebanyak tiga kali dengan waktu antar koleksi satu minggu. 11 Karakteristik semen Karakteristik semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Pengujian makroskopis terdiri atas penilaian terhadap volume, konsistensi, warna, dan pH semen pH special indicator paper. Pengujian mikroskopis meliputi gerakan individu scoring 0 sampai dengan 5, motilitas spermatozoa 0 hingga 100%, konsentrasi spermatozoa/mL Neubauer chamber, dan viabilitas persentase spermatozoa hidup dan mati. Morfologi dan morfometri spermatozoa Morfologi spermatozoa dinilai dengan pewarnaan carbofuchsin atau William’s stain Arifiantini et al. 2006a. Satu tetes semen segar dibuat preparat ulas dan dikeringudarakan. Pewarnaan dilakukan sekaligus pada seluruh sampel dengan cara difiksasi di atas bunsen, direndam dalam alkohol absolut selama 4 menit dan dikeringudarakan. Selanjutnya preparat dicelupkan berulang kali dalam larutan chloramin selama 1 sampai 2 menit atau hingga mukus hilang dan ulasan terlihat jernih, dicuci dalam air destilasi, dicelupkan dalam alkohol 95% dan diwarnai dengan carbofuchsin selama 8 hingga 10 menit. Preparat yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir hingga ulasan terlihat jernih dan dikeringkan. Morfologi spermatozoa dihitung dari 200 spermatozoa menggunakan mikroskop Olympus CH 20 dengan pembesaran 1000 X. Kelainan morfologi kepala diantaranya adalah pearshape kepala berbentuk buah pir, narrow kepala menyempit, narrow at the base kepala menyempit di bagian post akrosom, headless tanpa kepala, abaxial posisi ekor tidak di tengah, undeveloped kepala tidak berkembang, microcephalus kepala kecil, macrocephalus kepala besar, diadem kepala berlubang di bagian nukleus, knobbed acrosome KA defect bagian akrosom melekuk ke arah dalam atau luar, round head kepala membulat, double head kepala ganda, detached head kepala patah atau terlepas, dan abnormal contour kelainan pada kontur kepala. Kelainan morfologi ekor termasuk tailless tanpa ekor, bent tail ekor melipat, coiled tail ekor menggulung, dan dag defect ekor menggulung di bawah kepala. Persentase spermatozoa yang abnormal adalah jumlah spermatozoa abnormal 12 kepala dan ekor dibagi total spermatozoa jumlah spermatozoa normal dan abnormal dikali 100%. Pengukuran morfometri spermatozoa dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak imageJ ver Preparat ulas yang sudah diwarnai, diamati dan difoto mengunakan mikroskop Nikon Optihot-2, Jepang yang dilengkapi dengan kamera digital Canon PS S5IS, Jepang dengan pembesaran lensa objektif 100 X Nugraha 2010. Sebanyak 50 spermatozoa per sampel dilakukan analisis yang meliputi panjang kepala, lebar kepala, area kepala, panjang ekor bagian tengah midpiece, panjang ekor utama dan akhir dan panjang total sperma Gambar 1. Semua pengukuran dilakukan dalam satuan mikrometer µm. Gambar 5 Variabel morfometri sel spermatozoa. panjang kepala a, lebar kepala b, area kepala c, panjang ekor bagian tengah midpiece d, panjang ekor utama dan akhir e dan panjang total sperma a, d dan e Arifiantini et al. 2006b. Analisis Data Data disampaikan dalam bentuk rataan dan simpangan baku dari tiga kali pengulangan untuk setiap sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kucing Domestik Pengujian kualitas semen segar diawali dengan pengujian secara makroskopis. Semen kucing yang dikoleksi dengan elektroejakulator memiliki konsistensi encer-sedang dan warna putih keruh. Semen dengan konsentrasi spermatozoa yang tinggi akan mempunyai warna yang lebih putih dibandingkan dengan semen yang memiliki konsentrasi spermatozoa lebih rendah. Warna kekuningan tampak pada semen yang terkontaminasi urin dan terkadang warna kekuningan tersebut dapat muncul pada semen yang dikoleksi dengan elektroejakultor terutama dengan voltase tinggi Axnér & Linde-Forsberg 2002. Semen kucing domestik memiliki volume senilai ± µL. Derajat keasaman pH semen yang diperoleh dalam penelitian ini ± termasuk dalam kisaran normal, yaitu hingga Axnér & Linde-Forsberg 2002. Pengamatan terhadap karakteristik semen segar secara mikroskopis pada penelitian ini menghasilkan nilai motilitas, gerakan individu, viabilitas, dan konsentrasi spermatozoa. Persentase spermatozoa yang motil bergerak secara progresif diperoleh sebesar ± Menurut Axnér dan Linde-Forsberg 2002, motilitas spermatozoa pada kucing sangat bervariasi. Axnér dan LindeForsberg 2002 menyatakan kisaran persentase motilitas spermatozoa kucing senilai 56 hingga 84% sedangkan Howard et al. 1990 menilai lebih tinggi, yaitu ± Gerakan spermatozoa juga dapat dinilai secara individu dengan skala 0 sampai 5. Skala 0 menyatakan tidak ada pergerakan sama sekali dan skala 5 menyatakan adanya gerakan yang sangat cepat ke arah depan Axnér & LindeForsberg 2002. Dalam penelitian ini diperoleh nilai gerakan individu sebesar ± Howard et al. 1990 mendapatkan nilai gerakan individu sebesar ± dalam penelitiannya. Nilai viabilitas dan konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dalam penelitian ini secara berurutan adalah ± dan ± x 106/mL Tabel 1. Seperti motilitas, konsentrasi spermatozoa juga sangat bervariasi. Axnér dan Linde-Forsberg 2002 menyatakan kisaran konsentrasi spermatozoa kucing yang dikoleksi dengan elektroejakulator adalah sebesar 168 14 hingga 361 x 106/mL sedangkan konsentrasi spermatozoa yang dikoleksi dengan vagina buatan ada dalam kisaran 96 hingga 5101 x 106/mL. Tabel 1 Karakteristik semen kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Parameter Makroskopis Konsistensi Warna Volume µL pH Mikroskopis Motilitas % Gerakan individu scoring 0-5 Viabilitas % Konsentrasi juta/mL Rata-rata Encer-sedang Putih keruh ± ± ± ± ± ± Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik Abnormalitas morfologi dapat digolongkan menjadi abnormalitas primer pada bagian kepala dan abnormalitas sekunder pada bagian ekor. Hasil penelitian ini menunjukkan morfologi kepala spermatozoa yang normal adalah ± berkisar antara hingga sedangkan morfologi ekor spermatozoa yang normal adalah ± dengan kisaran sampai dengan Tabel 2. Axnér dan Linde-Forsberg 2002 mengkaji laporan dari beberapa peneliti dan menyimpulkan bahwa jumlah abnormalitas spermatozoa pada kucing berkisar antara sampai dengan Howard et al. 1993 mendefinisikan istilah normospermik bagi kucing jantan dewasa yang menghasilkan spermatozoa dengan morfologi normal lebih dari 60% per ejakulat dan teratospermik bagi pejantan dewasa yang memproduksi spermatozoa dengan morfologi normal kurang dari 40% per ejakulat. Axnér et al. 1997 dalam penelitiannya memperoleh tingkat abnormalitas kepala, kerusakan akrosom, abnormalitas akrosom, dan abnormalitas midpiece spermatozoa kucing masingmasing sebesar ± ± ± dan ± 15 Tabel 2 Morfologi kepala dan ekor spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ♂1 jantan 1, ♂2 jantan 2, ♂3 jantan 3, ♂4 jantan 4, ♂5 jantan 5 Axnér dan Linde-Forsberg 2002 menyatakan bahwa morfologi spermatozoa kucing sangat dipengaruhi oleh variasi individu dan cara fiksasi. Pengelompokan jenis abnormalitas pun berbeda-beda antar peneliti. Selain itu, teknik pembuatan preparat, seperti jenis pewarnaan yang digunakan dapat mempengaruhi identifikasi morfologi. Kelainan bentuk kepala seperti pear shaped, narrow, narrow at the base, abnormal contour, undeveloped, dan kepala dengan ukuran abnormal microcephalus atau macrocephalus lebih mudah terlihat dengan preparat yang diwarnai sedangkan kelainan seperti knobbed acrosome KA defect, detached head, abaxial, dan kelainan-kelainan pada ekor lebih mudah dinilai dengan preparat basah Axnér & Linde-Forsberg 2002. Morfologi spermatozoa juga dipengaruhi oleh teknik koleksi semen Axnér et al. 1998. Semen yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator memiliki jumlah abnormalitas sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan semen yang dikoleksi langsung dari kauda epididimis. Tingkat abnormalitas juga berbeda antara ejakulat satu dan kedua meskipun dilakukan dalam waktu pembiusan yang sama Axnér et al. 1997. Berbagai jenis abnormalitas primer ditemukan dalam penelitian ini Tabel 3 dengan abnormalitas yang paling banyak ditemukan berupa spermatozoa yang tidak memiliki kepala headless sebesar Spermatozoa tanpa kepala juga ditemukan dalam urin tikus pada umur 8 sampai 11 minggu dan merupakan kejadian fisiologis terkait dengan pematangan sel sertoli Shimomura et al. 2008. Detached head kelainan berupa patah atau terlepasnya kepala dari bagian leher 16 dan ekor sebesar dan nilai ini hampir sama dengan laporan Axnér et al. 1997, yaitu ± Kelainan ini biasanya diakibatkan oleh hipoplasia testikular, degenerasi testis atau peradangan pada ampula dan epididimis. Selain itu, faktor genetik merupakan predisposisi terjadinya kelainan ini McGowan et al. 1995. Spermatozoa narrow atau tapered head Barth & Oko 1989 yang ditemukan sebanyak dalam penelitian ini dan merupakan kelainan bentuk pada kepala berupa terjadinya penyempitan pada daerah akrosom serta post akrosom. Kelainan ini diakibatkan oleh perkembangan yang tidak sempurna pada fase spermatosit primer sehingga substansi spermatozoa pada daerah kepala tidak tersebar secara merata dan kepala mengalami penekanan sehingga bentuknya menyempit. Narrow at the base merupakan abnormalitas primer yang ditandai dengan penyempitan post akrosom spermatozoa yang pada penelitian ini ditemukan sebanyak Abaxial dapat diklasifikasikan sebagai abnormalitas primer maupun sekunder. Kelainan ini ditandai dengan bergesernya tempat bertaut ekor pada kepala. Abnormalitas ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang bersifat herediter dan pada penelitian ini ditemukan sebesar Pada ternak kuda dan babi kelainan ini tidak mempengaruhi fertilitas, tetapi pada sapi jika ditemukan dalam jumlah yang tinggi akan mengganggu fertilitas Barth & Oko 1989. Variable size merupakan kelainan ukuran kepala spermatozoa yang lebih kecil microcephalus atau lebih besar macrocephalus dari ukuran normal spermatozoa pada spesies tersebut. Ukuran kepala spermatozoa akan mempengaruhi jumlah kromosom yang terkandung di dalamnya. Kelainan ini akibat faktor genetik tetapi microcephalus dapat juga disebabkan oleh perubahan lingkungan, luka, demam, atau radang testis orchitis yang kronis Barth & Oko 1989. Dalam penelitian ini microcephalus ditemukan lebih banyak dibandingkan dengan macrocephalus yang hanya Kejadian microcephalus dan macrocephalus sebesar ± dan ± pada kucing domestik di wilayah Amerika Howard et al. 1990. Stachecki et al. 1993 tidak menemukan kelainan microcephalus tetapi menemukan ± 17 macrocephalus pada spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi melalui epididimis. Gambar 6 Morfologi spermatozoa kucing a normal, b headless, c round head, d detached head, e abaxial, f abnormal contour, g microcephalus, h narrow, i macrocephalus, j bent tail, k double head dan dag defect, l coiled tail. Spermatozoa dengan bentuk pear shaped atau pyriform memiliki pembesaran pada bagian akrosom dan menyempit pada bagian post akrosom sehingga terbentuk batas yang jelas diantara keduanya Barth & Oko 1989. Kelainan jenis ini ditemukan sebanyak Kelainan ini bersifat genetik dan dalam jumlah tinggi dapat menurunkan fertilitas Chenoweth 2005. Abnormalitas 18 ini terjadi akibat proses spermiogenesis yang tidak sempurna yang disebabkan oleh gangguan regulasi panas dan gangguan hormonal pada testis McGowan et al. 1995. Knobbed acrosome KA defect ditemukan sebesar dalam penelitian ini. Kelainan ini disebabkan oleh berlebihnya matriks akrosomal sampai ke bagian apeks dari kepala spermatozoa dan terlambatnya pembentukan fase akrosomal saat spermiogenesis Barth & Oko 1989. Kelainan ini ditandai dengan adanya lekukan ke arah dalam atau luar kepala pada daerah akrosom. Abnormalitas ini terjadi pada individu yang mengalami gangguan regulasi panas pada testis, misalnya karena penyakit sistemik, toksisitas, defisiensi nutrisi, dan deposisi lemak sekitar skrotum, dapat diwariskan kepada keturunan yang berikutnya McGowan et al. 1995 serta mengakibatkan infertilitas pada sapi, babi dan domba Chenoweth 2005. Tabel 3 Persentase abnormalitas primer spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator No Parameter ♂1 ♂2 ♂3 ♂4 ♂5 Rata-rata % 1 Headless 2 Detached head 3 4 Narrow Abaxial 5 Microcephalus 6 KA defect 7 8 9 10 11 12 Narrow at the base Abnormal contour Pear shaped Undeveloped Macrocephalus Double head 13 14 Round head Diadem ♂1 jantan 1, ♂2 jantan 2, ♂3 jantan 3, ♂4 jantan 4, ♂5 jantan 5 Teratoid adalah spermatozoa yang mengalami penyimpangan struktur sehingga kehilangan kemampuan untuk melakukan fertilisasi. Teratoid adalah istilah yang diberikan oleh Barth dan Oko 1989 untuk kelainan contour 19 permukaan kepala tidak rata dan konformitas tidak teratur dan undeveloped tidak berkembang, terlihat kepala kecil dan ekor pendek serta tidak disusun oleh materi genetik yang lengkap. Undeveloped disebabkan akibat gangguan yang parah pada spermatogenesis terutama pada saat spermiogenesis atau degenerasi pada tubulus dan fibriosis McGowan et al. 1995. Dalam penelitian ini ditemukan abnormal contour dan undeveloped masing-masing dan Double head bicephalic adalah kelainan spermatozoa berupa kepala ganda dengan ukuran yang sama atau berbeda dan terjadi akibat kerusakan genetik. Round head adalah bentuk kepala spermatozoa yang membulat tanpa batas akrosom yang jelas. Kedua jenis kelainan ini ditemukan dalam jumlah yang sama dalam penelitian ini, yaitu Howard et al. 1990 melaporkan hasil yang hampir sama untuk jenis kelainan ini yaitu ± dan Stachecki et al. 1993 sebesar ± tetapi pada semen dikoleksi dari epididimis. Diadem adalah kelainan pada kepala spermatozoa berupa adanya lubanglubang pada bagian apeks nukleus yang disebabkan oleh invaginasi membran nuklear ke dalam nukleoplasma. Diadem disebut juga pouches, craters atau nuclear vacuoles karena bentuk lubang terlihat seperti kantung. Abnormalitas jenis ini dapat meningkat seiring kondisi stres karena cedera, kekurangan pakan, kondisi iklim yang ekstrim, serta kondisi lain yang tidak mendukung Barth & Oko 1989; McGowan et al. 1995. Abnormalitas ini pada spermatozoa kucing ditemukan hanya pada jantan 4. Axnér et al. 1997 melaporkan nilai yang hampir sama yaitu ± pada kucing-kucing di wilayah Swedia. Jenis abnormalitas sekunder yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah dag defect sebanyak Abnormalitas ini ditandai dengan ekor melipat, melingkar, dan fraktur bagian distal dari midpiece spermatozoa dengan atau tanpa adanya sitoplasmik droplet dibagian distal. Dag defect pertama kali ditemukan pada sapi perah jenis Jersey dan diduga bersifat herediter dan dapat disebabkan oleh gangguan testis atau epididimis McGowan et al. 1995. Semen sapi normal dapat memiliki kelainan ini maksimal 4%. Jumlah dag defect lebih dari 50% akan berimplikasi terhadap gangguan fertilitas Chenoweth 2005. 20 Bent tail terjadi akibat disfungsi testis dan epididimis. Kelainan ini dapat juga terjadi sebagai artefak yang diakibatkan oleh cold shock atau pada lingkungan dengan tekanan osmotik yang tidak sesuai, misalnya kontaminasi air akibat vagina buatan yang bocor McGowan et al. 1995. Dalam penelitian ini diperoleh persentase abnormalitas bent tail sebesar nilai ini cukup kecil jika dibandingkan dengan Axnér et al. 1997 yang dapat mencapai ± Tabel 4 Persentase abnormalitas sekunder spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator No Parameter ♂1 ♂2 ♂3 ♂4 ♂5 Rata-rata % 1 Dag defect 2 Bent tail 3 Tailless 4 Coiled tail ♂1 jantan 1, ♂2 jantan 2, ♂3 jantan 3, ♂4 jantan 4, ♂5 jantan 5 Coiled tail merupakan bentuk ekor spermatozoa yang menggulung dibagian ujungnya dan disebabkan oleh faktor-faktor yang mirip dengan bent tail McGowan et al. 1995. Dalam penelitian ini ditemukan abnormalitas coiled tail hanya sedangkan Axnér et al. 1997 menemukan jumlah yang sangat tinggi yaitu ± Tailless kepala tanpa ekor merupakan kelainan spermatozoa yang akan terjadi pada individu yang mengalami degenerasi testis, hipoplasia testis dan gangguan sistem saluran reproduksi seperti epididimitis atau ampulitis McGowan et al. 1995. Jenis abnormalitas ini ditemukan sebanyak Tabel 4. Informasi mengenai morfometri spermatozoa kucing masih terbatas. Hasil pengukuran morfometri spermatozoa pada penelitian ini adalah panjang, lebar dan luas kepala masing-masing ± µm, ± µm dan ± µm2, panjang midpiece ± µm, panjang ekor utama dan akhir ± µm, serta panjang total spermatozoa ± µm Tabel 5. Ukuran ini tidak jauh berbeda dengan morfometri spermatozoa kucing domestik di wilayah Amerika Terrell 2011. Peneliti tersebut melaporkan panjang dan lebar kepala, panjang midpiece, panjang ekor bagian utama serta panjang spermatozoa kucing 21 domestik masing-masing adalah ± ± ± ± dan ± µm. Tabel 5 Hasil pengukuran morfometri spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator ♂1 ♂2 ♂3 ♂4 ♂5 Rata-rata Luas kepala µm ± 2 Lebar kepala µm ± Panjang kepala µm ± Panjang midpiece µm ± Panjang ekor µm ± Panjang spermatozoa ♂1 jantan 1, ♂2 jantan 2, ♂3 jantan 3, ♂4 jantan 4, ♂5 jantan 5 ± Tabel 6 Morfometri spermatozoa dari beberapa mamalia Hewan Luas kepala µm2 Lebar kepala µm Panjang kepala µm Beruang1 Bison2 Sapi3 Anjing4 Kambing5 Kelinci6 Domba7 Kuda8 Kelelawar9 Rusa10 ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Panjang midpiece µm ± ± - Panjang ekor µm ± ± 97 ± - Sumber 1Àlvarez et al. 2008, 2 Peggea et al. 2011, 3 Beletti et al. 2005, 4Rijsselaere et al. 2004, 5Hidalgo et al. 2007, 6Gravance dan Davis 1995, 7Martí et al. 2011, 8Hidalgo et al. 2005, 9Nugraha 2010, 10Soler et al. 2005 Panjang spermatozoa manusia dan hewan domestik secara umum adalah sekitar 50 µm sedangkan spermatozoa rodensia dapat mencapai panjang 100 hingga 250 µm Schatten & Constantinescu 2007. Morfometri sepermatozoa kucing sangat kecil dibandingkan dengan spermatozoa mamalia pada umumnya. Sebagai pembanding, hewan ternak seperti sapi, domba dan kambing memiliki luas kepala spermatozoa antara hingga µm2 Tabel 6. Ukuran spermatozoa kucing juga lebih kecil dibandingkan dengan kelinci meskipun ukuran tubuh kedua hewan tersebut tidak jauh berbeda. Morfometri spermatozoa 22 kucing lebih mendekati ukuran spermatozoa kuda apabila dilihat dari luas, lebar dan panjang kepala. Teknik pewarnaan dan umur hewan diketahui dapat mempengaruhi nilai morfometri spermatozoa. Pengaruh nyata terhadap teknik pewarnaan ditemukan pada pengukuran panjang kepala dan ekor bagian utama spermatozoa sapi bali tetapi tidak ditemukan pada lebar dan panjang midpiece Arifiantini et al. 2006b dan panjang total spermatozoa anoa yang diwarnai dengan teknik William’s lebih panjang dibandingkan dengan pewarnaan dengan eosin-nigrosin Yudi et al. 2008. Perbedaan yang nyata terjadi pada panjang kepala, midpiece dan ekor utama antara anoa dewasa dan anoa muda tetapi tidak berbeda nyata pada lebar kepala dan panjang total telah dilaporkan oleh Yudi et al. 2008. SIMPULAN Abnormalitas morfologi spermatozoa kucing domestik yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar ± untuk abnormalitas primer dan ± untuk abnormalitas sekunder. Headless dan dag defect merupakan jenis abnormalitas yang paling banyak ditemukan. Panjang, lebar dan luas daerah kepala spermatozoa adalah ± µm, ± µm dan ± µm2. Panjang midpiece dan ekor utama dan akhir adalah ± µm dan ± µm serta panjang total spermatozoa adalah ± µm. DAFTAR PUSTAKA Àlvarez M, García-Macías V, Martínez-Pastor F, Martínez F, Borragán S, Mata M, Garde J, Anel L, De Paz P. 2008. Effects of cryopreservation on head morphometry and its relation with chromatin status in brown bear Ursus arctos spermatozoa. Theriogenology 701498-1506. Arifiantini RI, Ferdian F. 2006. Tinjauan aspek morfologi dan morfometri spermatozoa kerbau rawa Bubalus bubalis yang dikoleksi dengan teknik masase. J Vet 783-91. Arifiantini RI, Wresdiyanti T, Retnani EF. 2006a. Pengujian morfologi spermatozoa sapi bali Bos sondaicus menggunakan pewarnaan William’s. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Fapet Undip 31105-110. Arifiantini RI, Wresdiyanti T, Retnani EF. 2006b. Kaji banding morfometri spermatozoa sapi bali Bos sondaicus menggunakan pewarnaan William’s, eosin, eosin nigrosin dan formol saline. Jurnal Sains 2465-70. Arifiantini RI, Purwantara B, Riyadhi M. 2010. Occurrence of sperm abnormality of beef cattle at several artificial insemination centers in Indonesia. Animal Production 1244-49. Arruda RP, Ball BA, Gravance CG, Garcia AR. 2002. Effect of extender and cryoprotectants on stalion sperm head morphometry. Theriogenology 58253-256. Axnér E, Strom B, Linde-Forsberg C. 1997. Sperm morphology is better in the second ejaculate than in the first in domestic cats electoejaculated twice during the same period of anesthesia. Theriogenology 47929-934. Axnér E, Strom B, Linde-Forsberg C. 1998. Morphology of spermatozoa in the cauda epididymidis before and after electroejaculation and a comparison with ejaculated spermatozoa in the domestic cat. Theriogenology 50973979. Axnér
3 TINJAUAN PUSTAKA Felis catus Kucing domestik Felis catus menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar 9000 – 10 000 tahun yang lalu. Namun, inisiasi domestikasi mungkin dimulai ribuan tahun yang lalu di mana manusia dan nenek moyang kucing menjadi semakin saling ketergantungan. Proses domestikasi mungkin dimulai selama periode ketika manusia berhenti berburu kawanan hewan liar dan mengadopsi lebih banyak gaya hidup pertanian, terutama di Fertile Crescent. Perubahan ini terjadi 10 000 – 11 000 tahun yang lalu dan dimungkinkan oleh domestikasi serealia liar tertentu dan rumput-rumputan. Hubungan manusia dan kucing bermanfaat untuk mengontrol tikus yang merusak tanaman, yang juga telah bergabung dengan peradaban manusia. Menurut Wastlhuber 1991 kucing domestik yang ada sekarang ini merupakan evolusi dari kucing liar Afrika F. silvestris lybica di zaman Mesir kuno sekitar 3000 – 4000 tahun lampau. Meskipun banyak kucing yang menjadi hewan peliharaan, kucing modern tidak didomestikasi secara penuh dalam pengertian klasik. Kucing modern tetap mandiri jika diperlukan, dengan mempertahankan kemampuan berburu yang tajam bahkan ketika makanan tersedia, dan menunjukkan spektrum perilaku mulai dari hewan peliharaan yang tidak dapat dijinakkan hingga hewan peliharaan yang sangat lembut. Kucing tersebar ke hampir seluruh bagian dunia lama, mungkin sepanjang rute perdagangan antara peradaban kuno. Meskipun menyebar dengan cepat, kucing tetap mirip dengan nenek moyang mereka yaitu kucing liar Felis silvestris subspp dalam bentuk dan fungsi. Spesies nenek moyang kucing domestik tetap kompatibel dengan pertanian manusia. Alur gen antara kucing liar dan jinak yang modern, dan antara kucing modern dan subspesies kucing liar, belum berdampak negatif dalam peran kucing sebagai karnivora kecil di ekosistem yang didominasi oleh manusia. Bahkan, dengan adanya sekelompok liar kucing modern di sekitar pinggiran desa dan pertanian telah menguntungkan untuk pengendalian hama dan 4 penyakit zoonosis terkait Lipinski et al. 2007. Adapun klasifikasi F. catus menurut LaBruna 2001 adalah sebagai berikut kingdom Animalia filum Chordata kelas Mammalia ordo Carnivora famili Felidae genus Felis spesies Felis catus Famili kucing felidae terdiri dari 76 spesies. Menurut laporan Convention of International Trade of Endangered Species CITES 2011. Kucing domestik adalah salah satu felidae yang tidak termasuk dalam spesies hewan liar Hermansson 2006. Gambar 1 Kucing domestik. Felis catus merupakan salah satu dari famili felidae yang berukuran kecil, tetapi merupakan predator yang cerdas dan efisien. Karakteristik fisik yang dimiliki kucing antara lain tubuh yang fleksibel dan padat, penglihatan dan adaptasi visual yang tajam pada malam hari, cakar kuku yang dapat ditarik masuk, gigi yang tajam, dan pengurangan jumlah gigi mencerminkan adaptasi karnivora. Jambang yang panjang, kaki depan mampu berotasi sehingga pads mampu mencapai muka saat proses washing, kaki belakang kucing mempunyai kekuatan yang sangat besar sehingga dapat membantu kucing pada saat akan menerkam, dan ekor yang panjang serta fleksibel membantu menjaga keseimbangan Edwards 2005. 5 Anatomi organ reproduksi kucing jantan Seperti karnivora pada umumnya, alat kelamin jantan pada kucing terbagi dalam empat subbagian. Subbagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens, korda spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjarkelenjar asesoris, subbagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra Junaedi 2006; Constantinescu 2007. Diagram anatomi dari skrotum, testis dan epididimis, prostata, penis dan preputium dapat dilihat pada gambar 2. 1. Sayatan oblique abdominal bagian luar 7. Kanal inguinal oblique abdominal bagian dalam 9. Penampang melintang fascia 10. Fascia sprematik internal 11. Peritoneum luar 12. Peritoneum dalam luar 14. Lamina dalam 15. Canal vagina 16. Cavum vagina 17. Testikel 18. Epididimis 19. Duktus deferens 20. Finukulus spermatikus 21. Pembuluh darah testis 22. Otot halus 23. Jaringan ikat 24. Fascia spermatikus eksternal 25. Kulit 26. Tunika dartos 27. Kulit skrotum 30. Ligamen epididimis 31. Ligamen skrotum 32. Musculus cremaster 33. Septum interdortoic 34. Penis 35. Ligamentum testis 36. Rape skrotalis Gambar 2 Skema anatomi organ reproduksi jantan Constantinescu 2007. Pada perkembangannya, testis kucing turun dan menempati skrotum dalam waktu yang lambat. Testis berada dalam skrotum antara minggu kedua dan ketiga setelah kelahiran. Bentuk testis membulat dan beratnya 1/750 sampai 1/1850 dari bobot badan. Panjang axis setiap testis berorientasi miring, kranioventral. Tunika albugineanya tebal dan mediastinum testis terletak di tengah testis. Arteri-arteri yang berjalan dalam tunika albuginea memberikan karakteristik pada permukaan testis Constantinescu 2007. 6 A B Gambar 3 Testis kucing A. testikel kucing sudut pandang lateral; B. testikel kucing sudut pandang medial Constantinescu 2007. Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis. Kaput epididimis di mulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda. melebihi kepala testis. Kaput epididimis sedikit Tunika albuginea epididimis lebih tipis dibandingkan dengan albuginea testis. Panjang duktus epididimis sampai 3 mm dan berlikuliku. Kauda epididimis melekat pada ekor testis dengan ligamentum pendek dari testis dan untuk fascia spermatic internal secara langsung karena fascia spermatic internal melekat pada kauda epididimis. Ligamen skrotum bergabung dengan fascia spermatic internal menuju dartos. Duktus deferens dimulai sebagai plexus sepanjang perbatasan epididimis dari testis dan medial ke epididimis dengan arah kaudokranial karena posisi testis. Setelah melewati duktus deferens, kaput epididimis masuk ke dalam korda spermatikus dan berlanjut hingga cincin vaginal. Dalam rongga perut, duktus deferens membuat kurva dalam arah dorsokaudal untuk memasuki rongga panggul dan mencapai uretra. Dalam rute dari awal sampai akhir, mesoduktus deferens yang juga merupakan bagian dari funikulus spermatikus, melekat ke duktus deferens. Sebelum mencapai uretra, duktus deferens melintasi ureter di bagian ventral, kemudian melintasi bagian dorsal dari ligamen lateral kandung kemih. Untuk mencapai uretra, duktus deferens menembus kelenjar prostat dan membuka sisi lateral dari colliculus seminalis Constantinescu 2007. Kelenjar assesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesikular tidak berkembang. Kelenjar prostat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan diseminasi. Bagian badan memiliki dua lobus, kiri dan kanan dengan permukaan yang tidak rata. Kelenjar ini melekat pada dinding uretra bagian atap dan lateral. Bagian diseminasi terdiri dari lobus-lobus kecil. Kelenjar bulbouretralis bentuknya sangat kecil memiliki 7 diameter lebih dari 5 mm dan melekat pada dinding uretra bagian dorsolateral yaitu pada arcus ischiadicus seperti terlihat pada gambar 4 Constantinescu 2007. Kandung kemih Ureter Duktus deferens Kelenjar prostata Uretra Kelenjar bulbourethralis Glans penis Korpus kavernosum penis Gambar 4 Kelenjar prostata kucing sudut pandang dorsal Constantinescu 2007. Penis pada kucing gambar 5 berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua buah corpora cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus spongiosum yang berada di tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada bagian ujung penis dengan panjang 5 sampai 10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke caudal dan memiliki 120 sampai 150 buah duri penis penile spines tergantung kadar androgen setiap individu. Duri-duri penis dengan panjang dan diameter dasarnya sebesar sampai mm ini berjejer membentuk 6 hingga 8 buah lingkaran Johnston et al. 2001. Duri penis Glans penis Gambar 5 Penis kucing Constantinescu 2007. 8 Secara histologi, duri penis disusun oleh jaringan ikat inti diselimuti epitel tanduk yang mirip dengan papilla pada lidah kucing. Peran duri pada proses kopulasi belum diketahui secara pasti namun diperkirakan duri ini berfungsi memberikan stimulasi seksual pada betina, menghalangi penarikan penis dari vagina oleh karena itu lokasinya adalah di ujung penis, atau meningkatkan stimulasi betina untuk induksi ovulasi. Os penis pada kucing berukuran panjang 3 sampai 5 mm dan berada di ujung glans penis pada kucing jantan dewasa. Kucing tidak memiliki muskulus cremaster tetapi memiliki musculus levator scrota yang berasal dari musculus sphincter anal externus dan masuk ke dalam septum scrotal Johnston et al. 2001. Endokrinologi Reproduksi Kucing Jantan Fisiologi reproduksi hewan jantan dikontrol secara endokrin oleh sekresi Hypothalamic Gonadotropin Releasing Hormone GnRH pada tingkat paracrine di hipotalamus. GnRH merangsang kelenjar hipofise anterior untuk mengekskresikan dua hormon gonadotropin, yaitu Luteinizing Hormone LH dan Follicle Stimulating Hormone FSH. Hipofise anterior bertanggung jawab untuk berbagai hormon yang mengontrol banyak aspek dari aktivitas fisiologis. LH merupakan perangsang utama testosteron di dalam testis. Testosteron disekresikan oleh sel-sel leydig yang dirangsang oleh LH di dalam testis. Jumlah testosteron yang diekskresikan akan berbanding lurus dengan jumlah LH yang tersedia. Sedangkan spermatogenesis. FSH merupakan perangsang utama terjadinya FSH akan berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada sel-sel sertoli dalam tubulus seminiferus. Pengikatan ini mengakibatkan sel-sel tumbuh dan mengekresikan berbagai unsur spermatogenik. Secara bersamaan testosteron yang berdifusi ke dalam tubulus dari sel-sel leydig di dalam ruang interstisial mempunyai efek tropik yang kuat terhadap spermatogenesis. Untuk mendorong terjadinya spermatogenesis dibutuhkan FSH maupun testosteron. Walaupun rangsangan awal testosteron yang terjadi sedikit, selanjutnya testosteron akan mempertahankan spermatogenesis untuk waktu yang lama Guyton & Hall 2005. 9 Teknik Koleksi Semen Kucing Semen kucing telah dapat dikoleksi menggunakan 1 vagina buatan dengan ejakulasi kucing jantan secara sadar, 2 elektroejakulator pada kucing jantan yang teranestesi, 3 membilas vagina setelah kawin postcoitus recovery, dan 4 koleksi dari urine secara cystocentesis penghisapan pada vesica urinaria kucing jantan setelah ejakulasi Johnston et al. 2001. Vagina buatan Vagina buatan artificial vagina berbentuk pipet karet silinder 2 mL dengan ujung depan berupa lubang untuk penis dan ujung belakang disambungkan dengan tabung koleksi test tube sebesar 3 x 44 mm. Johnston et al. 2001 menyebutkan tabung vagina buatan dan tabung koleksi dimasukkan ke dalam botol polyethylene yang diisi dengan air 52 ˚C untuk membuat suhu vagina buatan sekitar 44 ˚ sampai 46 ˚C. Gambar 6 Vagina buatan Zambelli & Cunto 2006. Kucing jantan harus dilatih untuk mengejakulasikan semen ke dalam vagina buatan. Latihan dapat dilakukan pada pejantan berulang kali menggunakan betina yang estrus. Lima kucing laboratorium yang dipilih secara acak, tiga dari lima kucing tersebut sudah terlatih untuk ejakulasi ke dalam vagina buatan setelah 2 minggu melakukan latihan dengan betina estrus Johnston et al. 2001 10 Elektroejakulator Elektroejakulasi EE pertama dilaporkan dilakukan pada kucing yang teranastesi dengan ketamin HCL. Ejakulat diperoleh dengan cara memberikan 180 stimulus sebesar 2-8 Volt V menggunakan rectal probe Teflon dan stainless steel. Penelitian dilakukan dengan melihat penggunaan ejakulator dengan waktu yang pendek berangkaian dan dalam waktu yang lama, serta mengenai efek tegangan dan aplikasi perubahan tegangan terhadap kualitas semen pada kucing jantan yang teranastesi dengan ketamin HCL yang di rangsang menggunakan automatic stimulus delivery ejaculator Johnston et al. 2001. Johnston et al. 2001 menyebutkan ketika 4 rangkaian ejakulat diperoleh pada koleksi seminal tunggal mingguan selama 22 minggu, tampak adanya efek yang signifikan pada rangkaian ejakulat tersebut yaitu volume semen dan jumlah spermatozoa per ejakulat. Pengulangan mingguan anastesi dan ejakalutor tidak mengubah kualitas semen secara signifikan, walaupun terdapat kecenderungan bahwa volume ejakulat menjadi meningkat. Pada penelitian aplikasi tegangan, tampak adanya efek pada jumlah spermatozoa per ejakulat kucing akibat jenis kucing dan akibat besarnya aplikasi besarnya tegangan yang digunakan. Menurut Hermansson 2006, spermatozoa kucing hasil penampungan dengan rangsangan EE mempunyai spesifikasi yang lebih baik. Sperma mempunyai integritas membran dan akrosom yang lebih baik daripada pengambilan spermatozoa melalui epididimis dari individu yang sama. Spermatozoa kucing juga tidak menampakkan cold shock pada saat cooling. Osmolaritas antara hasil ejakulasi dari vagina buatan dan elektroejakulator tidak berbeda nyata. Osmolaritas semen yang dikoleksi sebanding dengan semakin tinggi tegangan voltase, hal ini menunjukkan efek voltase pada osmolaritas hasil ejakulasi. Motilitas sperma lebih rendah dengan koleksi menggunakan EE Johnston et al. 2001. Membilas Vagina Setelah Kawin Dengan pembilasan vagina pada kucing betina postcoitus setelah kawin, atau koleksi spesimen sitologi vagina setelah kopulasi, mungkin akan diperoleh spermatozoa. Ketika pembilasan vagina dengan 1 mL larutan saline yang 11 dilakukan segera setelah kawin antara 5 kucing normal betina dan 5 kucing normal jantan, didapatkan 40 000 sampai 10 240 000 spermatozoa Johnston et al. 2001. Koleksi dari Urin Secara Cystocentesis Kucing Jantan Setelah Ejakulasi Kucing jantan dilaporkan 15 sampai 90% rata-rata dari ejakulat mengalami aliran balik retrograde ke dalam vesika urinaria selama ejakulasi. Koleksi semen dengan cystocentesis pengisapan pada vesika urinaria dari kucing jantan setelah ejakulasi diikuti dengan pemeriksaan sedimen urin untuk menemukan spermatozoa adalah prosedur yang berguna pada praktek hewan kecil untuk melihat kucing tersebut memproduksi sperma atau tidak Johnston et al. 2001. Sediaan Anastesi Teknik koleksi semen menggunakan elektroejakulator membutuhkan anastesi selama prosedur berlangsung. Anastesi berfungsi untuk menenangkan hewan dan salah satu prosedur keamanan selama percobaan. Anastesi merupakan metode yang dapat dipercaya, aman, dan cocok untuk teknik koleksi semen dengan menggunakan elektroejakulator Axnér & Linde-Forsberg 2002. Salah satu metode anestesi yang dapat digunakan untuk penanganan selama percobaan adalah iv intravenous anaesthesia. Metode iv mempunyai kelebihan yaitu efek yang lebih cepat. Kombinasi ketamin HCl dan diazepam dapat dipakai secara iv. Ketamin adalah anastetik umum dengan cara kerja yang cepat. Sediaan ini juga bersifat analgesik dan menekan kerja kardiopulmonari. Sinner & Graf 2008 menyatakan metabolisme ketamin diperantarai oleh enzim mikrosomal hati. Potensi anestetik ketamin terletak pada isomer S+ yang tiga sampai empat kali lebih tinggi dari isomer R-. Ketamin dengan bagian S+ dapat digunakan untuk premedikasi, sedasi, induksi, dan maintenance untuk anastesi umum. Sediaan ini termasuk dalam “dissociative anaesthesia”. Ketamin dengan isomer S+ adalah anestetik ideal untuk pasien yang mengalami trauma, pasien dengan hypovolemic dan septic shock, serta pasien dengan penyakit pulmonum. Tidak seperti anastesi iv lainnya, ketamin juga bersifat analgesik. Aksi nociceptive ketamin membantu menjaga keseimbangan saat dikombinasikan 12 dengan sediaan lain. Profil kardiovaskular berhubungan dengan stimulasi simpatetik sentral dan menghambat uptake katekolamin neuronal sehingga ketamin lebih dipilih untuk pasien yang kurang stabil secara hemodinamis. Aktivasi simpatetik dapat menetralkan efek negatif inotropik ketamin pada miokardium secara langsung Bovil 2006; Sinner & Graf 2008. Hasil yang bagus dapat dilihat pada individu sehat adalah efek inotropik positif dengan meningkatnya tekanan darah arterial, detak jantung, dan cardiac output. Pasien yang mengalami kegagalan pada miokardium akan berkurang kemampuan kontraksi saat diekspose dengan ketamin, akan terjadi kemunduran tampilan kardiak dan ketidakstabilan kardiovaskular Bovil 2006. Efek bronkodilatori pada ketamin membuat sediaan ini dapat digunakan untuk menginduksi dan maintenance anastesi pada pasien dengan penyakit asma dan bronchial akut Sinner & Graf 2008. Diazepam dimetabolisme dalam hati dan sisa obat yang tak dapat diubah akan diekskresikan dalam urin. Dua jalur utama metabolisme diazepam adalah formasi N-desmethyldiazepam dan temazepam yang dikatalisatori oleh CYP cytochrome P450 isoform yang berbeda. Metabolit potensial ketiga adalah 4hydroxydiazepam atau oxazepam dengan kegunaan yang lebih sedikit dibanding N-desmethyldiazepam dan temazepam Sinner & Graf 2008. Diazepam menekan level subkortikal limbik primer, talamus, dan hipotalamus. Diazepam menghasilkan anxiolytic, sedatif, relaksan otot lurik, dan efek antikovulsan. Mekanisme secara detail belum diketahui, tetapi mekanisme postulat seperti serotonin antagonis, akitifitas peningkatan pelepasan gammaaminobutyric acid GABA, mengurangi pelepasan asetilkolin di Sistem Saraf Pusat SSP. Reseptor spesifik diazepam pada mamalia berada di otak, ginjal, hati, paru-paru, dan jantung. Pada hampir semua spesies, reseptor terletak lebih sedikit pada bagian white matter Plumb & Pharm 1999. Spermatogenesis Menurut Pineda dan Faulkner 2003, spermatogenesis merupakan proses kompleks yang terdiri dari pembelahan dan diferensiasi sel untuk pembentukan spermatozoa. Spermatozoa dibentuk di tubulus seminiferus, dimulai dengan 13 pembelahan sel diikuti dengan metamorfosis dari sel yang mempunyai kemampuan diferensiasi yang tinggi dan berpotensiasi motil spermatozoon. Fase testikular dari spermatogenesis terdiri dari fase diploid atau spermatositogenesis dan fase haploid atau spermiogenesis Pineda & Faulkner 2003; Manandhar & Sutovsky 2007. Spermatositogenesis atau tahap ploriferatif adalah tahap dimana primitive germ cell berlipat ganda dengan pembelahan secara mitosis dan diikuti dengan pembelahan secara meiosis. Sedangkan spermiogenesis adalah tahap diferensiasi dimana nukleus dan sitoplasma mengalami perubahan morfologi menjadi bentuk sel sperma Pineda & Faulkner 2003. Spermatositogenesis dimulai dengan berkumpulnya spermatogonia primordial pada tepi membran basal dari epitel germinativum dan diproses menuju lumen. Spermatogonia diaktivasi dalam bentuk aktif spermatogonia tipe A, terdapat beberapa generasi dari spermatogonia tipe A, tergantung dari spesiesnya. Sebagian besar spermatogonia tipe A dibagi dalam bentuk spermatogonia intermediet Pineda & Faulkner 2003. Spermatogonia tipe A ini akan membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang lebih sedikit berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Spermatogonia tipe B akan bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel sertoli. Setiap spermatogonia tipe B di dalam lapisan sel sertoli akan mengalami modifikasi dan melakukan pembelahan mitosis terakhir untuk menjadi spermatosit primer Guyton & Hall 2005. Spermatositogenesis dibentuk dari pembelahan spermatozoon secara mitosis yang akan berubah menjadi spermatosit sekunder Pineda & Faulkner 2003. Proses selanjutnya adalah spermiogenesis yang merupakan serangkaian proses yang panjang dan berurutan. Spermiogenesis berawal di tubulus seminiferus dan berakhir di epididimis. Proses ini dibagi menjadi beberapa tahap yang lebih kecil yaitu karakterisasi pembentukan morfogenetik terutama pembentukan akrosom dan nukleus serta tingkat kondensasi kromatin Manandhar & Stutovsky 2006. Dalam fase ini terbentuk sel sperma yang belum dewasa atau spermatid yang berkembang di antara sel sertoli di tubulus seminiferus sampai menjadi spermatozoa sempurna dan masuk kedalam lumen epididimis Rosenfeld 2001. 14 Morfologi Sel Spermatozoa Spermatozoa pada hewan mamalia merupakan sel panjang yang motil. Sebuah sel sperma memiliki kepala dan ekor. Kepala terdiri dari sebuah nukleus dengan kepadatan tinggi, kromatin kental yang diselimuti teka perinuklear, sebuah akrosom dan membran plasma. Fungsi utama dari bagian kepala adalah untuk penetrasi pada oosit, membawa genom haploid jantan, dan inisiasi perkembangan embrionik setelah fertilisasi Manandhar & Sutovsky 2007. 1 1. Kepala 2 Ekor 2. Bagian penghubung 3. Bagian tengah 4. Bagian utama 5. Bagian ujung 3 4 A 5 B Gambar 7 Morfologi spermatozoa mamalia A. Primata; B. Rodensia Manandhar & Sutovsky 2007. Ekor dapat terbagi menjadi bagian penghubung connecting piece, bagian tengah mid-piece, bagian utama principle piece, dan bagian ujung end-piece. Bagian penghubung merupakan bagian rangkaian penghubung yang pendek antar kepala dengan ekor yang terdiri dari segmen-segmen, jaringan fibrosa dan kapitulum. Bagian tengah berfungsi sebagai membran pelindung mitokondria yang merupakan pengatur energi untuk motilitas sperma. Bagian ini dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus struktur yang membatasi bagian tengah dengan bagaian utama. Bagian utama ekor merupakan daerah yang dimulai dari annulus sampai ujung ekor. Secara keseluruhan, ekor berguna untuk 15 mendorong spermatozoa bergerak melalui uterus dan tuba falopii hingga bertemu dan berpenetrasi pada oosit. Manandhar & Sutovsky 2007. Spermatozoa kucing memiliki panjang kira-kira 26 μm, lebih pendek dibandingkan dengan spermatozoa anjing yang memiliki panjang sekitar 36 μm. Persentase spermatozoa yang memiliki morfologi abnormal pada ejakulat ditentukan dengan pemeriksaan 200 spermatozoa menggunakan phase-contrast microscopy atau mikroskop cahaya setelah dilakukan perwarnaan dengan DiffQuik* atau perwarnaan eosin-nigrosin Johnston et al. 2001. Bagian utama Kepala Bagian tengah Bagian ujung Gambar 8 Morfologi spermatozoa kucing. Morfologi spermatozoa kucing diperiksa dengan mikroskop cahaya dan mikroskop scanning elektron. Persentase rata-rata spermatozoa yang memiliki morfologi normal di atas 70% pada kucing. Abnormalitas morfologi dari spermatozoa kucing berupa macrocephalus, microcephalus, kepala ganda, ekor ganda, ekor memuntir ke depan, badan mid-piece bengkok, adanya droplet sitoplasma pada distal, kepala lepas, dan ekor putus Johnston et al. 2001.
kunci determinasi kucing felis catus